Saturday, December 05, 2015

Pengeboran laut dalam dengan Drillship

Masih melanjutkan postingan saya yang terakhir mengenai seabed survey, proses pengeboran laut dalam ini masih dalam lingkup eksplorasi, yaitu masih dalam tahap pencarian minyak bumi. Laut dalam di sini kurang lebih berkisar antara 1500 meter sampai 2500 meter di bawah permukaan laut. Di kedalaman air tersebut, tidak ada satu manusia pun yang mampu mencapainya. Oleh karena itu, semua proses eksplorasi di laut dalam ini harus didukung oleh peralatan yang sudah layak uji dan bisa dibilang tercanggih di bidangnya.

Titik lokasi pengeboran merupakan lokasi yang ditentukan oleh hasil seabed survey yang mana pihak client atau oil company sudah setuju untuk melakukan pengeboran karena diduga ada kandungan minyak atau pun gas bumi. Coordinat lokasi secara umum menggunakan format geographic, yaitu dalam lintang dan bujur bumi. Namun ketika sampai di lokasi pengeboran, digunakanlah coordinat dengan format UTM (Universal Transverse Mercator) yang mana presisi titik pengeboran lebih akurat karena dihitung dalam skala meter ke Utara atau ke Selatan dari garis ekuator bumi dan ke Timur atau ke Barat dari titik nol derajat bujur bumi. Format ini sebelumnya digunakan untuk keperluan militer di USA dan kemudian digunakan pula di dunia offshore karena dinilai sangat efektif untuk menentukan posisi di laut.

Instalasi yang dapat mengekskusi laut dalam dinamakan Drillship (kapal pengeboran). Pada prinsipnya, Drillship ini adalah kapal pada umumnya. Namun karena disesuaikan dengan peruntukannya, maka dipasanglah bermacam-macam instalasi yang dapat mendukung pengeboran di laut dalam, contohnya: Dynamic Positioning System, drilling system, mud pump system, ROV, BOP, top drive, flare boom untuk well testing, drill pipe, riser, cargo crane dan masih banyak lagi. Drillship ini masuk ke golongan MODU (Mobile Offshore Drilling Unit) yang mempunyai regulasi yang banyak berbeda dengan kapal-kapal pada umumnya.

Drillship ini mempunyai thruster / propeller berjumlah setidaknya 6 buah berjenis azimuth yang dapat berputar 360 derajat. Setiap thruster kurang lebih mempunyai tenaga 6000 HP. Thruster inilah yang bekerja untuk mempertahankan posisi kapal saat berada di lokasi pengeboran senantiasa agar berada di koordinat yang telah ditentukan meskipun pada saat yang bersamaan kapal memperoleh external forces berupa angin dan arus laut. Di sinilah peran Dynamic Positioning System (DP System) yang digunakan drillship sangat krusial selama proses pengeboran karena kapal tidak boleh berpindah tempat sedikitpun. Dengan DP system ini, posisi kapal dapat terdeteksi secara akurat dalam hitungan centimeter. Kapal berpindah 5 centimeter pun
dapat diketahui. Hal ini dikarenakan posisi kapal diketahui dengan menggunakan DGPS (Differential GPS), yaitu GPS biasa yang banyak digunakan sebagai penentuan posisi di bumi yang mana error nya telah dikoreksi lagi dengan menggunakan layanan berlangganan khusus. Koreksi atau differential ini dipancarkan oleh satellite tersendiri yang tidak berorbit (geostationary) di ekuator bumi yang mana nilai koreksinya diperoleh dari stasiun darat yang telah diketahui posisinya secara pasti. Selain GPS (USA punya), pun digunakan layanan GLONASS yang merupakan product Russia untuk memberikan back up apabila layanan GPS mengalami gangguan, baik karena system nya sendiri yang mengalami kesalahan atau pun karena aktivitas dari alam yang terjadi (Scintillation oleh matahari, lapisan Troposphere dan Ionosphere di angkasa).

Sebagai referensi penentuan posisi yang lain, dipasang pula akustik sistem yang kemampuan postioning nya lebih dapat dipercaya. Pada prinsipnya adalah sama dengan penentuan posisi menggunakan sistem satellite, hanya saja kita bayangkan satellite nya ini berada di dasar laut, yang lebih dikenal dengan acoustic beacon. Beacon ini yang nantinya akan menerima dan memancarkan kembali sinyal yang dikirim oleh transponder yang telah dipasang di lambung bawah kapal. Sistem yang digunakan adalah USBL (Ultra Short Base Line) yang dapat digunakan di laut dalam maupun di laut dangkal kurang dari 500 meter (meskipun WRA harus dievaluasi lebih detail untuk kedalaman ini).

Langkah selanjutnya adalah spud in, yaitu pengeboran yang pertama kali dilakukan dengan kedalaman tertentu yang telah ditentukan oleh drilling engineer. Pengeboran ini tujuannya sebagai tempat casing yang nantinya berfungsi sebagai fondasi kepala sumur (well head). Dinamakan sebagai fondasi karena memang nantinya di sekeliling fondasi tersebut akan disemen sehingga tahan terhadap tekanan dari atas ataupun karena tekanan dari dalam bumi. Proses pengaplikasian semen ini dilakukan sampai kedalaman tertentu yang telah dihitung dan tentu berdasarkan pengalaman para drilling engineer. 

Pengeboran dilanjutkan ke tahap-tahap berikutnya. Adakalanya pada kedalaman tertentu akan dilakukan logging menggunakan radioactive untuk mengetahui kondisi dan keberadaan gas atau minyak bumi. Semakin dalam lapisan bumi yang dibor, semakin tinggi pula tekanan yang akan bekerja di lapisan bumi yang sedang dibor. Oleh karena itu, dibutuhkan lumpur (mud) yang beratnya sudah disesuaikan kebutuhannya. Mud tidak boleh terlalu berat dan terlalu ringan agar tidak merusak formasi pengeboran juga. Mereka yang melakukan perhitungan beratnya mud ini disebut mud engineer. Mud ini juga berfungsi untuk mengangkat hasil potongan-potongan mata bor yang menembus lapisan-lapisan bumi, atau yang lazim disebut dengan drilling chip. Berfungsi juga untuk menahan apabila terdapat kick yang masuk ke formasi pengeboran, yaitu tekanan gas liar yang terdapat di sekitar lokasi pengeboran di dalam perut bumi. Kick ini sangat berbahaya karena mengandung gas yang mudah terbakat (metane) dan gas-gas alamiah lainnya (H2S, carbon, dll) yang apabila berat mud tidak mencukupi untuk menahan tekanan gas ini maka dapat terjadi blow out. Ingat kan accident blow out terakhir yang terjadi di Gulf of Mexico di semisub rig Deepwater Horizon? Memang setiap drilling rig untuk di laut dalam harus menggunakan BOP (Blow Out Preventer) yang dapat mencegah naiknya gas ke permukaan, namun apabila prosedur dan maintenance tidak diikuti dengan benar akan mengakibatkan blow out.

Pengeboran akan distop apabila lokasi gas atau minyak bumi telah sampai. Tentu mata bor belum sampai di lokasi gas atau minyak bumi ini persis karena proses eksploitasinya akan dikerjakan oleh instalasi lain yang sering kita dengar sebagai platform, atau anjungan lepas pantai. Sampai tahap ini, tugas sebuah drillship sudah selasai. Sekarang saatnya untuk cabut semua drill pipes dan melakukan penutupan wellhead dengan semen. Proses aplikasi semen ini berfungsi untuk melindungi formasi pengeboran agar tidak kemasukan hammer, pipa, atau benda-benda laut lainnya. 

Berikut saya lampirkan video animasi proses pengeboran yang kurang lebih cukup menjelaskan secara garis besar bagaimana proses pengeboran di laut dalam oleh drillship ini dilakukan.

No comments: